Travelxpose Magazine - Februari 2014




Menapak Keajaiban
Cinque Terre

Teks dan Foto VALENTINO LUIS

Monterosso, Vernazza, Corniglia, Manarola, Riomaggiore. Lima nama ini merepresentasikan desa-desa permai yang bertengger di atas tebing sepanjang garis pantai Riviera, Italia. Dunia pelancongan menyatukan mereka dalam satu panggilan bernuansa fabel: Cinque Terre, dan orang pun tergila-gila. Apa saja keistimewaannya hingga UNESCO turut mematrinya dalam daftar Warisan Dunia?





Cinque Terre. Menyaksikan bagaimana rangkaian desa para nelayan dan petani anggur ini berpijar antara celah teluk maupun tanjung karang tepi samudra, jelas akan melahirkan kekaguman. Bukan hanya karena vista indah yang tercipta, tapi tentu saja karena kerja keras orang-orang disana untuk membangunnya.

Bayangkan saja, awal mula terbentuknya desa-desa ini hanyalah sebagai pos kontrol maritim bagi Kerajaan Genoa yang berjaya di abad 11 hingga 15 menyusul redupnya pengaruh Romawi. Cuma segelintir rumah sederhana dibangun disana selama berabad-abad. Lagipula, medan berat telah memforsir siapapun untuk naik-turun tebing, terpenjarah dalam salah satu desa, lalu terisolir.

Sebagai wilayah dengan lahan pemukiman yang terbatas serta kecintaan penduduk untuk hidup bersama dalam komunitas, mendorong lahirnya gaya arsitektural Cinque Terre yang adaptif. Maka rumah-rumah pun dibuat pipih dan tinggi. Kehangatan Mediterania, tertuang lewat dinding rumah yang dicat mencolok, dan ladang kosong di perbukitan diubah menjadi kebun anggur serta zaitun kecintaan tiap generasi.

Tapi perputaran roda waktu tidak senantiasa berhenti di titik yang baik. Pahitnya persaingan dunia perniagaan maritim antar bangsa pun pernah merobek ketentraman kawanan kecil ini. Kerajaam Ottoman Turki membombardir Cinque Terre. Tempat ini kolaps selama ratusan tahun. Pembangunan jaringan kereta api yang menghubungkan kelima desa dengan kota-kota luar justruh mencetuskan migrasi para penduduk yang telah lama hidup terluntah. Butuh waktu lama sampai kejayaan kembali direngkuh. Ketika ekonomi dunia membaik dan bisnis berkembang di Negeri Azurri pada dekade 1970an, pelan-pelan pesona Cinque Terre tersingkap lagi.

Cinque Terre alias “The Five Lands” bukanlah Roma, Florence, atau Milan yang menempatkan pengunjungnya pada blok-blok kaku bernama Metropolitan atau membatasi eksplorasi pada histori dan bangunan-bangunan monumental kotanya semata. Cinque Terre membawa Anda kepada alam dengan kebersahajaan gaya hidup pesisir yang laid-back. Anda tidak perluh tergesah-gesah, tidak diberondong oleh ribut gaduh suasana, tidak melarikan mimpi Anda pada butik-butik pemorot dompet, atau tawaran makanan serba cepat saji.


Demi menciptakan suasana yang natural, kelima desa ini sepakat untuk melarang penggunaan kendaraan bermotor, jauh sebelum sistem serupa diterapkan oleh Gili Trawangan. Status sebagai National Park  yang istimewa memberi banyak keuntungan bagi penduduk sebab gaya hidup organik betul-betul diperhatikan. Hasilnya, warga Cinque Terre disebut sebagai kelompok penduduk dengan level kesehatan paling baik di Italia.

Geowisata berbasis konservasi alam gaya Cinque Terre berhasil mencuri perhatian UNESCO yang akhirnya memasukkan wilayah sepanjang 18 km ini dalam World Heritage List pada 17 tahun silam. Disusul Kementrian Lingkungan Hidup Italia yang menetapkan area Cinque Terre sebagai kawasan lindung, lalu World Monuments Fund yang pada tahun 2000 jatuh hati untuk merawatnya.
 





DUA SISI MONTEROSSO
Nama lengkapnya Monterosso al Mare. Konon, nama desa berposisi paling barat ini terinspirasi oleh warna merah pada rambut keluarga bangsawan yang cukup berpengaruh pada masa awal-awal ia terbentuk menjadi pemukiman nelayan.

Menurut catatan sejarah, kehidupan mulai bergulir di Monterosso sejak tahun 643. Waktu itu hunian penduduk dibangun di atas tebing guna menghindari serbuan bajak laut, kemudian perlahan meluas seiring bertambahnya populasi. Monterosso terbagi menjadi dua sisi. Bagian historis yakni Monterosso Vecchio, dan bagian modern, Fegila, yang berada di tepi laut. Keduanya tersambung oleh tunnel pendek (terowongan).

Letaknya yang paling dekat dengan sejumlah kota besar menjadikan Monterosso pilihan pertama atau gerbang Cinque Terre. Hal ini mendorong tumbuh pesatnya aktifitas wisata. Ia memiliki hotel terbanyak dibanding desa-desa lainnya. Ditambah lagi adanya pantai yang lumayan lebar, banyak orang akhirnya memilih menghabiskan waktu bersantai disana.

Pantai Monterosso berbentuk kurva, melungkung molek dengan hiasan pulau karang dan pasir dari butiran kecil bebatuan. Sepanjang tepian pantai berjejer café mapun restoran. Pantai ini tak pernah sepi pengunjung. Di ujung baratnya Anda akan bersua sebuah karya monumental yakni patung Dewa Neptunus berukuran besar menghadap ke samudra luas namun seakan-akan kesakitan menahan tebing yang mau rubuh.

Bagian historis, Vecchio, berada di ketinggian namun tidak begitu menanjak. Suasana teduh yang diperoleh dari bayang-bayang bangunan yang mengapit lorong, dibarengi semilir angin dari pantai mampu menghalau penat sekaligus menciptakan atmosfer adem saat menyusuri sudut demi sudut kota tua ini.






Jantung Vecchio ada di Loggia del Podesta yang ditandai dengan Gereja San Giovanni Battista dan menara pengawas yang sudah berdiri sejak abad ke-XV. Jangan lupakan Torre Aurora. Bangunannya tidak begitu luar biasa tapi mendaki ke puncak menaanya di waktu senja akan memberi sensasi dasyat.

Yang pantang terlewatkan juga adalah menapak sejenak ke bukit San Cristoforro dimana bentangan panorama siap memanjakan mata. Disini berdiri sebuah biara para rahib Katolik yang memiliki tempat ibadah beriterior ciamik bergaya Gothic tahun 1600 dengan altar ‘Crucifixion’ nan legendaris.

Terlepas dari pemandangannya, bertandang ke Monterosso kurang lengkap bila tanpa mencicipi Anchovies, produk kuliner setempat. Anchovies ini adalah sejenis sardin berukuran kecil yang amat gurih. Warga mengolahnya menjadi sejumlah masakan lezat, termasuk Pizza Anchovies, yang telah popular di seantero Italia. 

Valentino Luis (Copyright 2014) 
***

Cuplikan artikel ini dimuat di Majalah TRAVELXPOSE edisi Februari 2014, sebanyak 12 Halaman.
Lebih lanjut, silahkan simak di:

Comments

Popular posts from this blog

National Geographic Indonesia (NatGeo) Traveler - Desember 2012

National Geographic Indonesia (NatGeo) Traveler- Juli 2012