Travelxpose Magazine - Maret 2013




Melodi Sukacita
HAMBURG




Teks & Photo Oleh VALENTINO LUIS

Namanya mungkin lebih lekat dengan kudapan yang telah menjagat, Hamburger. Namun sebagai kota yang mandiri, ia adalah pioneer lahirnya orang-orang besar. Dari komponis romantis Johannes Brahms, kanselir wanita pertama Jerman Angela Merkel, hingga designer flamboyan Karl Lagerfeld. Hamburg senantiasa dicintai karena menjanjikan keterbukaan, kebebasan berekspresi, dan kehidupan yang dinamis. Tak keliru ia disebut “Tor zur Welt”, gerbang menujuh dunia. Anda tergoda memasuki gerbang itu?


D
engan luas hampir tiga kali luas kota Medan, Hamburg menempati urutan kedua sebagai metropolitan terbesar di Jerman setelah Berlin. Meski begitu, kepadatannya masih dalam ambang batas yang seimbang, membuat kesenjangan ekonomi tidak terlalu berbanding jauh antara para penghuni kota. Hamburg mencatatakan diri sebagai kota dengan tingkat kemakmuran tertinggi di Jerman. Keadaan ini menciptakan kestabilan lingkungan dan menghadirkan warna-warni aktifitas nan hidup. Hamburg bagaikan rumah inspirasi sekaligus garis menujuh impian.

Ketika bangsawan Charlemagne tiba di Tanjung Jutland tahun 825 Masehi, mereka melihat daerah ini sebagai lahan potensial dalam pelayaran serta perdagangan. Maklum, tanjung ini adalah alur Sungai Elbe dan Sungai Alster yang menghubungkan Eropa Barat dengan Eropa Utara (Skandinavia).  Hingga awal abad 20, laut dan sungai adalah sarana lalu lintas yang mumpuni. Sebagai bukti supremasi Charlemegne, dibangunlah  sebuah benteng di hilir sungai dan dinamakan Hammaburg. Seiring berjalannya waktu, nama itu kemudian menjadi Hamburg, hingga kini.

Pesatnya siklus pelayaran di Hamburg menyebabkan daerah ini tumbuh lebih dari sekedar kantong sementara perdagangan. Sebuah kota pelabuhan, Die Hafenstadt, pun terlahir, bahkan dianugerahi hak istimewa oleh kekaisaran Jerman sebagai kota otonomi dengan sejuta kebebasan, termasuk bebas dari beban pajak. Maka tak butuh lama, Hamburg segera menjelma menjadi sentra dagang penting bagi Eropa menujuh benua-benua di luarnya.

Acapkali banyak kota-kota yang dideskripsikan sebagai kota yang memikat, namun setibanya Anda disana hanya sedikit ‘letupan’ yang didapat. Hamburg beda, nyaris tak ada monumen gigantis atau jarang ada landmark yang langsung mendapat perhatian Anda ketika pertama bertandang kesini.  Namun Hamburg punya aura sukacita. Menyusuri jalanannya ataupun lorong-lorong kecilnya, Anda akan menghirup nafas dengan lapang. Selalu ada sesuatu untuk dinikmati atau ditonton. Penduduk kota ini gemar menghabiskan waktunya di luar rumah dan menampilkan sejumlah aksi menghibur. 



REEPERBAHN & THE BEATLES
Kata siapa Jerman adalah negara yang kaku dan dingin? Di Hamburg stereotype itu tidak berlaku. Reeperbahn menjadi bukti nyata kebengalan, kebebasan, maupun keliaran Hamburg. Tanyakan dimana ia berada, pasti Anda tak akan tersesat.

Reeperbahn atau lengkapnya Reeperbahn St. Pauli ibarat Las Vegas berpadu Red Light District Amsterdam. Pusatnya hiburan dan kehidupan malam. Orang Hamburg punya pepatah mengenainya: Hier gibt es nichts, was es nicht gibt! Disini tak ada yang tak ada.

Berbaris memenuhi tepi jalan: Kneipe (bar minum khas Jerman), casino, cabaret house, teater, club, diskotik, hingga toko esek-esek. Semua dalam balutan yang kontras, nyentrik, berhiaskan lampu warna-warni juga ornament unik. Hingar bingar antara alunan musik jazz, rock, serta disko.


Beberapa obyek penting yang mendukung keberagaman Reeperbahn misalnya Spielbudenplatz, area terbuka yang biasa digunakan sebagai tempat pementasan musik ditandai oleh dua panggung permanen canggih. Tempat ini juga menjadi lokasi hura-hura dan berkumpul para fans klub sepakbola lokal FC St. Pauli. Lalu terdapat Panoptikum, museum patung lilin berumur 125 tahun yang mendisplai figur-figur terkenal, seperti yang dibuat oleh Museum Madame Tussaud. Menyusul Herbertstrasse, komplek esek-esek yang hanya boleh dimasuki oleh pengunjung berumur di atas 18 tahun. Chinatown juga hadir di Reeperbahn. Diperkirakan imigran China mulai membentuk koloni disini pada awal tahun 1900-an.

Terlepas dari kesan liarnya, Reeperbahn memegang reputasi besar bagi grup band legendaris The Beatles. Memang grup berjuluk ‘Fab Four’ itu berasal dari Liverpool – Inggris, tapi tapak awal karir mereka bermula di Reeperbahn. Fakta ini jelas terurai dalam riwayat The Beatles, dan mereka sendiri mengakui berhutang banyak pada Hamburg, termasuk untuk rekaman album pertama mereka yang digarap di kota ini.

Bagi Anda penggemar The Beatles, datang ke Hamburg bisa dimanfaatkan sebagai sebuah ziarah melodi sebab grup ini pernah merajut hidup dan bermain musik di sejumlah kafe. Sebut saja di The Indra Club, Keiserkeller, Top Ten, Star Club, dan lainnya. Di samping kafe, Anda juga dapat mendatangi rumah-rumah yang dihuni anggota The Beatles. Dalam sebuah wawancara, John Lenon sempat berujar, “Saya boleh saja terlahir di Liverpool, tapi saya tumbuh di Hamburg.” Lenon kemudian mengabadikan dirinya di pintu Jager-Passage Wohlwillstrasse 22 Hamburg sebagai cover album Rock 'n' Roll  miliknya. 

-----------

 (Cuplikan artikel saya ini dimuat di Majalah Travelxpose edisi bulan Maret 2013 sebanyak 12 halaman. Valentino Luis)

Lebih lanjut,  silahkan cek ke:



Comments

Popular posts from this blog

Travelxpose Magazine - Februari 2014

National Geographic Indonesia (NatGeo) Traveler - Desember 2012

National Geographic Indonesia (NatGeo) Traveler- Juli 2012