Travelxpose Magazine - Desember 2013





Pendar Kemilau
PORTO
Oleh VALENTINO LUIS
 


JK Rowling boleh saja menghabiskan waktu bertahun-tahun di kota ini demi menciptakan Harry Potter. Namun bukan itu alasan pelancong berduyun kesana. Sebagai metropolitan juga kota pelabuhan di negeri para petualang, Porto punya selaksa pesona yang lebih hebat ketimbang mendompleng popularitas novel tersebut. Jika belum begitu akrab dengan namanya, barangkali sekaranglah saatnya melihat pendar kemilau Porto. 





Terpilihnya Harry Potter sebagai karakter utama novel JK Rowling konon terinspirasi dari sosok Pangeran Henry Sang Navigator, putra Joao I, raja Portugal. Sang pangeran lahir di Porto, berkepribadian sederhana namun kecemerlangan otaknya mencetuskan semangat penjelajahan bangsa Portugal. Sebagaimana orang Inggris lainnya, JK Rowling tidak begitu saja punya ikatan emosional dengan kota terbesar kedua Portugal ini. Sejarah mencatat, tahun 1387 Porto terpilih sebagai tempat pernikahan  Raja Joao I dan Philippa of Lancester asal Inggris, orang tua Henry. Pernikahan itu menandai jalinan silaturahmi antara penduduk dua negara yang awet selama berabad-abad. Bahkan persekutuan militer Portugal-Inggris diakui sebagai persekutuan militer tertua di dunia.
 


Namun mari sejenak singkirkan Harry Potter, sebab kota yang berhadapan dengan Samudra Atlantik ini tidak bisa direpresentasikan lewat sekuel kisah fiktif belaka. Denyut Porto sebagai sebuah pelabuhan dagang disinyalir telah ada sekitar tahun 275 Sebelum Masehi saat Kekaisaran Romawi menjangkau wilayah ini dan menamakannya Portus-Cale, ‘Pelabuhan yang terjaga’. Tak disangka, frasa itu kemudian tak hanya teralamatkan bagi area kota saja namun meluas menjadi identitas bangsa.  Ya, penamaan Portugal berasal dari afiliasi Portus-Cale ini. Jadi jangan heran bila warga Porto punya ‘sense of belonging’ yang tinggi terhadap negara di ujung barat benua Eropa tersebut dibanding penduduk kota lain, Lisbon sekalipun.

Jiwa nasionalis yang kuat dari warganya pula akhirnya membentuk Porto menjadi pusat industri dan bisnis Portugal. Bursa saham (stock exchange) pun dipertaruhkan disini. Boleh dikatakan dialah penyuntik dana bagi pembangunan seantero negeri. Dari situ lantas muncul olok-olokan sarkatis: “Porto bekerja, Lisbon menghamburkannya.”






Toh, Porto tak mau menempatkan diri sebagai ‘kantor’ para pekerja semata. Kota kelahiran bintang sepakbola Bruno Alvez, Duda, dan Raul Meireles ini pun tahu betul bagaimana cara bersenang-senang. Ia punya Vinho do Porto, label anggur yang khusus dibudidayakan disana dan terkenal sebagai satu produk anggur terbaik sejagat. Selain itu, tata letak kota pun luar biasa fotogenik. Sungai Duoro yang bermuara disini dimahkotai enam jembatan nyentrik  menjulang, pusat kota disesaki puluhan monumen bersejarah, dan budaya kuliner yang mengakar.

A Cidade Invicta, Kota Yang Tak Tertaklukkan, demikian julukan Porto, sebentuk penegasan akan indenpendensi terhadap rongrongan penguasa lalim. Sekedar diketahui, Porto sempat menghabiskan waktu setahun penuh berperang demi cita-cita agar berdiri sendiri sebagai kerajaan otonom.

Untuk melongok isi kota berpenduduk 1,6 juta jiwa ini, Anda musti mengalokasikan waktu yang cukup banyak. Bukan lantaran jauhnya letak antar obyek, melainkan karena jumlah situs yang bejibun dan sarat nilai sejarah. Titik permulaan biasanya di stasiun pusat, dan Porto sangat bangga memiliki stasiun nyentrik bernama Estacão São Bento (St. Benedict Station). Menjejakkan kaki setibanya dari airport atau dari kota manapun, Anda akan terperanga dengan elegansi stasiun berumur seabad ini.






Lebih dari 20.000 keping Azulejos indah menutupi dinding São Bento. Azulejos adalah seni keramik khas Portugal yang amat digandrungi para bangsawan abad Pertengahan. Berwarna putih-biru dan berhiaskan lukisan naratif. Pokoknya Anda bakal menjadikan stasiun ini sebagai salah satu stasiun favorit. Proklamasikan kepada kerabat atau sahabat di Tanah Air perihal keberadaan Anda di Porto dengan membeli dan mengirimkan kartu pos ciamik tapi super murah di kios hijau yang nongkrong tepat di halaman stasiun.

Valentino Luis (Copyright)

***
Cuplikan artikel ini dimuat di Majalah TRAVELXPOSE edisi Desember 2013, sebanyak 12 Halaman.
Lebih lanjut, silahkan simak di:

Comments

Popular posts from this blog

Travelxpose Magazine - Februari 2014

National Geographic Indonesia (NatGeo) Traveler - Desember 2012

National Geographic Indonesia (NatGeo) Traveler- Juli 2012