Travelxpose Magazine June 2012

Lisbon - Portugal, Untuk Sebuah Nostalgia

Ia dimafhumi berperan penting dalam pembabakan sejarah modern, bahkan pernah berjaya sebagai penguasa buana. Oleh dominasinya pada era Discovery Age, ia dijuluki sebagai ‘Cahaya Eropa.’ Di luar itu, alam juga seni budayanya ternyata menakjubkan. Tersokong  gastronomi bercitarasa unik, penduduk yang bersahaja, serta reputasi sebagai negara dengan biaya hidup termurah se-Eropa, sudah saatnya melajukan biduk liburan Anda ke Portugal.


Kedigdayaan bangsa ini tercetus dari kontak akrab dengan Samudra Atlantik, seolah mereka tak melihat lautan maha luas itu sebagai pembatas gerak tetapi jalan menujuh tanah-tanah baru impian. Lisbon sebagai pusat bangsa pun semakin strategis menjadi ‘penghasut’ impian itu karena Sungai Tagus (Rio Tejo) yang lebar memilih bermuara disana.

Di ujung barat Baixa terdapat satu alun-alun, Praça do Comércio, mempertegas posisi Baixa selaku pusat dagang. Praça ini, dengan gerbang Arco da Rua Augusta yang elegan, menghadap ke Sungai Tagus dan awal mulanya adalah bagian dari istana Paço da Ribeira, tempat tinggal keluarga raja tapi istananya rusak akibat gempa bumi.  Seperti umumnya praça, di tengahnya pun terdapat tugu patung raja. Di sebelah utaranya berdirilah kafe tertua kota Lisbon; Martinho Da Arcada. Pada abad ke 18-19 ia menjadi lokasi kesukaan para cendekiawan Portugal. Pesanlah makanan yang ringan saja seperti ‘Crème de Marisco’ yaitu sup seafood, atau ‘Caldo Verde’, sup sayuran. Itu sudah lumayan membuat Anda merasa memiliki selera setara  sastrawan maupun penulis kondang semisal Fernando Pessoa, Eça de Queiroz, Almeida Garret, atau Joao de Lemos.

Merasa tidak begitu kenal dengan nama orang-orang yang disebutkan diatas? Jangan kuatir, ada sebuah lokasi yang pasti akan memberi ingatan akan tokoh-tokoh masyur Portugal. Nah, kebetulan masih di Praça do Comércio, gunakan trem atau bus nomor 15 yang biasa berhenti di belakang tugu patung raja kemudian melesatlah ke bagian utara Lisbon bernama Belem.

Kira-kira 6 km bergerak, Anda bakal takjub begitu mendapati sebuah balai megah menjulang dan panjang. Mosteiro dos Jerónimos, namanya. Rumah huni rahib Katolik ini dibangun 517 tahun silam dan gerejanya menjadi tempat doa bagi para pelaut Portugal setiap kali pulang dan pergi dari perjalanan mengelilingi dunia. Gaya bangunan ini lain dari lain sehingga mendapat nama gaya aliran baru disebut ‘Manueline’. Ketika Spanyol mengagresi Portugal tahun 1517, biara ini ditutup untuk umum serta ditambahkan lagi sentuhan khas mereka, gaya ‘Plateresque’. Tak hanya pilar serta langit-langitnya yang mengundang decak kagum, koridor di belakang biara juga luar biasa kaya akan ukiran. Yang menambah istimewa adalah selain gerejanya menjadi kuburan keluarga kerajaan, disini pun jasad pelaut kebanggaan Portugal Vasco da Gama dikuburkan.

Sambung perjalanan Anda dengan menyeberangi jalan ke arah tepi Sungai Tagus. Memori nama besar pelaut Portugal kembali hadir lewat monumen putih berbentuk kapal Padrão dos Descobrimentos alias Discoveries Monument. Dinding utara dan selatan monumen terpahat patung-patung penjelajah yang tak asing namanya. Diantara begitu banyak patung terdapatlah Vasco da Gama, Verdinan Magellan, Bartelomeu Dias, Antonio de Abreu, Afonso de Albuquerque, Pedro Escobar, dan St. Francisco Xavier. Lantai monumen dipatri mosaik bergambar Mappa Mundi, peta penjelajahan Portugal. Termasuk Indonesia tentunya, dengan label tahun kedatangan mereka di beberapa pulau Tanah Air. Peta tersebut tambah enak dilihat jika Anda naik ke atas monumen. Di atas sana pun panorama indah terbentang luas. Salah satunya yakni jembatan merah yang membela sungai Tagus dan patung Yesus Cristo Rei setinggi 28 meter di seberang jembatan.

Masih satu lagi monumen yang tak boleh dilewatkan. Anda cukup melangkah beberapa meter ke utara dan sampailah ke menara kuno Torre de Belém. Di antara semua monumen bisa jadi dialah yang paling bisa menarik setiap pengunjung Lisbon kepada refleksi lebih dalam tentang kisah-kisah penjelajahan dunia. Kenapa? Karena legenda petualangan bangsa itu bermula disini.


Faktor historis itulah mengantarnya bersama Mosteiro dos Jerónimos ditera UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia. Torre de Belém adalah mercusuar serta daratan terakhir bagi para pelaut sebelum meninggalkan tanah leluhurnya. Tempat ciuman serta lambaian tangan terakhir yang mereka terima dari sanak keluarga, tempat dimana muncul pertanyaan dalam kalbu: “apakah kami akan kembali atau pergi selamanya” Jawabannya? Sebagian memang kembali dengan kebanggaan. Sebagian lagi tak pernah pulang; entah ajal menjemput dalam perjalanan panjang itu, entah dibunuh, atau memilih menetap dan beranak cucu di tanah baru.

Sebuah studi menyebutkan bahwa dalam rentang tahun 1500 sampai 1600 hampir 1000 kapal Portugal berlayar ke belahan dunia lain yang mereka sebut Dunia Timur. Namun tak sampai 800 kapal yang tiba di tujuannya dengan tepat dan selamat. Berkaitan dengan Indonesia, Adrian B. Lapian, sejarawan senior Universitas Indonesia sempat menulis: penelitian kuantitatif susah dibuat mengenai berapa banyak orang Portugal yang datang dan yang menetap di kepulauan Indonesia. Namun sampai sekarang peninggalan mereka masih bisa ditemukan di sejumlah pelosok, keturunan mereka telah mendarah daging di bumi pertiwi dan tak mempunyai tanah air lain kecuali Indonesia.


(Cuplikan artikel saya ini dimuat di Majalah Traveling TRAVELXPOSE edisi bulan Juni 2012 sebanyak 9 halaman. Valentino Luis)

Artikel lebih lanjut, silahkan cek ke:

Comments

Popular posts from this blog

Travelxpose Magazine - Februari 2014

National Geographic Indonesia (NatGeo) Traveler - Desember 2012

National Geographic Indonesia (NatGeo) Traveler- Juli 2012