Lion Mag (Inflight Magazine LION AIR) - Mei 2014
IMPRESI
PORTO
Ini dia satu dari Metropolitan Eropa yang baru disadari
keanggunannya. Porto jelas punya tempat istimewa sebab selain namanya
mengilhami lahirnya nama negara Portugal, ia adalah sumber inspirasi bagi para
penjelajah dunia, penulis, dan pemikir modern.
TEKS & FOTO VALENTINO
LUIS
A Cidade Invicta, Kota Yang Tak Tertaklukkan,
demikian julukan Porto, sebentuk penegasan akan indenpendensinya terhadap
rongrongan penguasa lalim. Porto atau Oporto-dalam bahasa Inggris- memang
sempat beberapa kali menghadapi perang yang menggoyahkan kestabilannya, namun ia
senantiasa berhasil mempertahankan diri sebagai kota mapan serta mandiri. Berpredikat
sebagai metropolitan terbesar kedua setelah Lisbon, kota yang terkenal akan
produksi salah satu wine terbaik dunia ‘Vinho do Porto’ ini tak hanya unggul
secara fisik namun berperan penting
dalam urusan ekonomi Portugal.
Untuk melongok isi kota berpenduduk 1,6 juta jiwa ini, saya musti
mengalokasikan waktu yang cukup. Bukan lantaran jauhnya letak antar obyek,
melainkan karena jumlah situs yang bejibun dan sarat nilai sejarah. Saya
mengikuti rute eksplorasi yang lazim, yakni memulainya dari stasiun pusat
kereta api. Sebuah awalan yang tepat sebab Porto memiliki stasiun nyentrik
bernama Estacão São Bento
(St. Benedict Station).
Menjejakkan kaki setibanya
dari airport atau dari kota manapun, orang-orang akan terperanga oleh elegansi
stasiun berumur seabad ini. Bagaimana tidak? Interior bangunannya berhiaskan
lebih dari 20.000 keping Azulejos. Ini
adalah seni keramik khas Portugal yang amat digandrungi para bangsawan abad
Pertengahan. Berwarna putih-biru, dengan lukisan naratif.
Usai menyesap kopi di Café
Majestic yang legendaris dan mengunyah Francesinha, sandwich khas Porto, saya berbaur dalam keriuhan Mercado do
Bolhão (Bolhão Market), pasar tradisional Porto. Terletak 200 meter arah utara
dari Café
Majestic, Mercado do Bolhão memaparkan wajah asli warga
Porto. Sebutannya boleh tradisional, usianya pun melampaui ratusan tahun, namun
jangan bayangkan sebuah pasar yang sumpek sebab ia tampil apik berbalut karisma klasik.
Saya mengarahkan kaki
kemudian ke Avenida dos Aliados (Alliance
Avenue), jalan protokol yang kiri
kanannya berjejer bangunan bergaya Barok. Ujung dari Avenida do Aliados
menghantarkan saya pada kerumunan orang di Praḉa da Liberdade (Liberty Square).
Tertandai oleh patung Raja Pedro IV menunggang kuda di tengahnya, serasa sedang
di salah satu kota di Perancis. Dua gedung tua dengan menara di belakang
kiri-kanan patung memberi kesan mewah.
Tidak jauh dari Praḉa da
Liberdade mata memantau salah satu ikon utama Porto, Torre dos Clérigos (Clerics Tower). Berfungsi utama
sebagai menara lonceng bagi rumah persembayangan Katolik Igreja dos Clerigos,
pembangunan menara berumur tiga abad ini diotaki oleh seniman Italia, Noccolo
Nazzoni, dalam gaya Barok yang menawan. Menapaki 250 anak tangganya adalah
keharusan sebab sajian pemandangan dari atas amat memukau. Bukan saja pusat
kota, tapi sungai Douro hingga pantai pun bisa ditilik jelas.
Di kaki Torre dos Clérigos berdiri
Livraria Lello (Lello Bookstore), sebuah toko buku nyentrik. Berbagai
media menyebutnya sebagai salah satu toko buku paling elok di dunia. Dalam
balutan design neo-gothic, interior toko berumur 200 tahun ini memukau bak
taman buku negeri dongeng dengan tangga melengkung dan langit-langit model
kayu. JK Rowling, penulis yang lama tinggal di Porto pernah berujar bahwa Livraria
Lello adalah tempat yang mengilhaminya menulis buku fenomenal Harry Potter.
RIBEIRA & SUNGAI DUORO
Boleh saja pusat kota disesaki oleh berlimpah obyek menarik, namun
keistimewaan Porto di dunia pelancongan sebetulnya digaungkan oleh Ribeira.
Area inilah yang meletakkan Porto dalam jejeran daftar World Heritage Site dari
UNESCO. Dan yang paling gres adalah tahun 2012 kemarin saat Porto meraih
penghargaan sebagai pemenang utama European
Best Destination oleh lembaga Uni Eropa, ECC. Foto-foto Ribeira pun muncul
sebagai ‘brand ambassador’ bagi kota seluas 1,8km2 ini.
Secara literal, Ribeira berarti ‘Sisi Sungai.” Dari penyebutan
itu, siapapun tahu dimana letaknya. Laiknya kebanyakan tempat di dunia yang
rata-rata peradabannya terlahir di daerah pinggiran sungai, Ribeira pun
menandai eksistensi Porto sebagai kota pelabuhan, terbidani oleh Sungai Douro
yang bermuara di Samudra Atlantik.
Kurang dari 10 menit berjalan kaki ke selatan melalui jalan Avenida Afonso Henriquez, saya sampai
ke Sé Catedral, pusat dari semua gereja Porto. 70 tahun silam Katedral ini
memiliki interior penuh ornamen emas namun dibakar ludes atas perintah diktator
Salazar yang bengis dan berpaham komunis. Kendati begitu, rupa Medieval
bangunan tetap menakjubkan. Rasa penasaran pada hiasan emas berkelas khas
Portugal saya obati di Igreja Santa Clara (St. Clara Church) di seberang jalan.
Saking indahnya, orang menjuluki gereja ini ‘Golden Cave.’
Ratusan anak tangga di
dekat Igreja Santa Clara yang diapit tembok-tembok rumah adalah jalan mencapai
tepi sungai. Alternatif lain yaitu menumpang Funicular dos Guindais, kereta
kabel yang menghadapkan mata pada pemandangan menakjubkan Sungai Douro lengkap
dengan jembatan Ponte Dom Luis I.
Jembatan ini menarik, selain
karena jangkung melengkung juga sejarahnya yang dramatis. Ia bukan satu-satunya
jembatan elok Porto yang menghubungkan Ribeira dengan Vila Nova de Gaia, masih
ada empat jembatan lain lagi. Keberadaan mereka menyulut lahirnya julukan Porto
sebagai ‘Cidade das
Pontes’ atau Kota Jembatan.
Fonte de Cubo (Cubo
Fountain) menandai suasana Ribeira yang tidak pernah berubah sejak abad ke-15.
Disini tinggal orang-orang asli Porto yang telah berada disana melampaui tujuh
turunan. Rua de Reboleira, jalan tertua disana, membawa saya tersesat di
Miragaia yang berbentuk labirin. Ada Alfãndega Nova, gedung bea cukai tua nan
gigantis, menjadi rumah bagi dua museum keren: Museu das Alfãndegas berisi
banyak barang-barang tua bahkan sistem kereta api, dan Museu dos Transportes mengoleksi
mobil-mobil antik.
Saya tidak bisa menahan
diri untuk menyeberangi Sungai Douro dan menjejakkan kaki di Gaia. Bernama
lengkap Vila Nova de Gaia, area yang dikembangkan sebagai sentra produksi
anggur kenamaan Porto, Vinho do Porto,
sejak abad 12 ini merupakan titik terbaik untuk memotret Porto. Taman super
elok di kaki jembatan ini memukau saat matahari terbenam.
Tentu saja kunjungan ke
Gaia harus saya sempurnakan dengan masuk ke gudang-gudang bawah tanah tempat
penyimpanan anggur. Beberapa tempat, terutama di sisi barat jembatan, para
pemandu ke ruang bawah tanah berpakaian a la Zorro. Saya terheran-heran melihat
besarnya tong-tong penampung anggur yang dimiliki mereka.
Impresi disnigtif akan kemolekan
vista Sungai Duoro dan Ribeira memaksa saya untuk mengalihkan tempat inap saya
dari pusat kota ke hotel The Yeatman yang terletak di tepi sungai. Agaknya tak
ada yang sulit di Porto. Topografi bagus, banyak hal untuk dieksplor, makanan
lezat, juga atmosfer hangat laiknya berada di negeri sendiri.
Ferdinand Magellan, putra asli Porto yang terkenal sebagai
penjelajah dunia dari awal abad Pertengahan,
pernah berujar: “Porto is not just a port; it is a home for
everyone.” Jadi, masuk akal bila orang gemar berlama-lama
disini, termasuk Richard Zimler, termasuk JK Rowling,.…termasuk saya.
***
Valentino Luis (Copyright 2014)
Sebagaimana yang dimuat dalam Majalah LION MAG edisi bulan April 2014.
Comments